Disamping
gelar Al-Imam, beliau juga menjadat gelar sebagai Al-Hafiz, Al-Faqih,
Al-Muhaddith, pembela As-Sunnah, penentang bid’ah, pejuang ilmu-ilmu agama. Nama
lengkapnya adalah Abu Zakariya bin
Syaraf bin Mari bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam
An-Nawawi Ad- Dimasyqi.
Beliau
dilahirkan di desa Nawa yang termasuk wilayah Hauran pada tahun 631 H. Kakek
tertuanya Hizam singgah di Golan menurut adat Arab, kemudian tinggal di sana
dan Allah swt memberikan keturunan yang banyak,salah satu diantara adalah Imam
Nawawi. Banyak orang terkemuka di sana yang melihat anak kecil memiliki kepandaian
dan kecerdasan. Mereka menemui ayahnya dan memintanya agar memperhatikannya
dengan lebih seksama. Ayahnya mendorong sang Imam menghafazkan Al-Qur’an dan
ilmu. Maka An-Nawawi mulai menghafaz Al-Qur’an dan dididik oleh orang-orang
terkemuka dengan pengorbanan harus meninggalkan masa bermain-mainnya karena
harus menekuni Al-Qur’an dan menghafaznya.
Sebagain
gurunya pernah melihat bahwa Imam Nawawi bersama anak-anak lain dan memintanya
bermain bersama-sama. Karena sesuatu terjadi diantara mereka, dia lari
meninggalakn mereka sambil menangis karena merasa dipaksa. Dalam keadaan yang
demikian itu dia tetap membaca Al-Qur’an. Demikianlah, sang Imam tetap terus
membaca Al-Qur’an sampai dia mampu menghafaznya ketika mendekati usia baligh.
Ketika
berusia 9 tahun, ayahnya membawa dia ke Damsyiq untuk menuntut ilmu lebih dalam
lagi. Maka tinggallah dia di Madrasah
Ar-Rawahiyah pada tahun 649H. Dia hafal kitab At-Tanbiih dalam tempo empat
setengah bulan dan belajar Al-Muhadzdzab karangan Asy-Syirazi dalam tempo
delapan bulan pada tahun yang sama. Dia menuntaskan ini semua berkat bimbingan
gurunya Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin Usman Al-Maghribi Al-Maqdisi. Dia adalah
guru pertamanya dalam ilmu fiqh dan menaruh memperhatikan muridnya ini dengan sungguh-sungguh.
Dia merasa kagum atas ketekunanannya belajar dan ketidaksukaanya bergaul dengan
anak-anak yang seumur. Sang guru amat mencintai muridnya itu dan akhirnya
mengangkat dia sebagai pengajar untuk sebagian besar jamaahnya.
GURU-GURU
IMAM NAWAWI
Sang
Imam belajar pada guru-guru yang amat terkenal seperti Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ashari, Zainuddin bin Abdud Daim, Imaduddin
bin Abdul Karim Al-Harastani, Zainuddin
Abul Baqa, Khalid bin Yusuf
Al-Maqdisi An-Nabalusi dan Jamaluddin
Ibn Ash-Shairafi, Taqiyyuddin bin
Abul Yusri, Imam Nawawi Syamsuddin
bin Abu Umar.
Dia
belajar fighul hadits pada Asy-Syeikh
Al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi Al-Andalusi. Kemudian
belajar fiqh pada Al-Kamal Ishaq bin
Ahmad bin usman Al-Maghribi Al-Maqdisi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh dan Izzuddin Al-Arbili serta guru-guru lainnya.
Imam
Nawawi tekun menuntut ilmu-ilmu agama, mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah,
berdzikir, sabar menjalani hidup yang amatsederhana dan berpakaian tanpa
berlebihan.
PARA
PENERUS IMAM NAWAWI
Tidak
sedikit ulama yang datang untuk belajar ke Iman Nawawi. Diantara mereka adalah Al-Katib Shadrudin Sulaiman Al-Ja’fari,
Syihabuddin Al-Arbadi, Shihabuddin bin Ja’Waan, ‘Alaudin Al-Athaar dan yang
meriwayatkan hadits darinya Ibnu Abil
Fath, Al-Mazi dan lainnya.
Kesungguhan
dan Ijtihadnya Setiap hari sang imam harus membaca dan mempelajari 12 pelajaran
pada guru-gurunya. Ini menjadi kewajiban dan syaratnya. Pelajaran-pelajaran
yang harus dikuasainya antara lain:
• Dua
pelajaran berkenaan dengan Al-Wasiith.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Al-Muhadzdzab oleh Asy-Syirazi.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Al-Jam’u baina Ash-Shahihain oleh Al-Humaidi.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Shahih Muslim.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Al-Luma’ oleh Ibnu Jana.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Ishaahul Mantiq oleh Ibnu Sikkit.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Tashrif.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Ushulul Figh.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan nama-nama perawi hadits.
• Satu
pelajaran berkenaan dengan Ushuluddin.
Beliau
membuat catatan atas semua hal yang berkaitan dengan apa yang dipelajari dengan
cara memberi penjelasan atas bagian-bagian yang rumit baik itu dengan
memberinya ibarat atau ungkapan yang lebih jelas dan mudah dipelajari, termasuk
pula perbaikan dan pembenaran dari segi bahasanya.
Beliau
tidak mau menghabiskan waktunya kecuali menuntut ilmu. Bahkan ketika beliau
pergi ke manapun, dalam perjalanan hingga pulang ke rumah, beliau sibuk
mengulangi hafalan-hafalan dan bacaan-bacaannya. Beliau bermujadalah dan mengamalkan
ilmunya dengan penuh warak dan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh buruk
sehingga dalam waktu yang singkat baliau telah hafal hadits-hadits dan berbagai
disiplin ilmu hadits.
Tidak
bisa dipungkiri dia adalah seorang alim dalam ilmu-ilmu Fiqh danUshuludin.
Beliau telah mencapai puncak pengetahuan madzhab Imam Asy-Syafi’i RA dan
imam-imam lainnya. Belaiu juga memimpin Yayasan
Daarul Hadits Al-Asyrafiyyah Al-Ulla dan mengajar di sana tanpa mengambil
bayaran sedikitpun.Tentu saja Allah swt amat berkenan dengan apa yang beliau
lakukan sehingga beliau selalu mendapat dukunganNya sehingga yang jauh menjadi dekat,
yang sulit menjadi mudah baginya.
Di
samping keahlian itu, beliau jugamendapatkan tiga hal penting:
a) Kedamaian
pikiran dan waktu yang luang.
Imam rahimaullah mendapat bagian yang banyak dari keduanya karena tidak ada
hal-hal duniawi yang menyibukkannya sehingga terlena dalam hal-hal yang tidak
bermanfaat,
b) Bisa
mengumpulkan kitab-kitab
yang digunakan untuk memeriksa dan mengetahui pendapat para ulama lainnya,
c) Memiliki
niat yang baik, kewarakan dan zuhud
yang banyak serta amal-amal sholeh yang bersinar.
Imam
Nawawi sungguh amat beruntung memiliki semua itu sehingga hasil besar
dicapainya ketika beliau baru berusia relatif muda dan dalam waktu yang bisa
dikatakan amat singkat yaitu tidak lebih dari 45 tahun, tapi penuh dengan kebaikan dan keberkatan dari Allah swt.
Kitab-kitab
yang dipelajarinya dari guru-gurunya antara lain: Kitab hadits yang enam yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu
Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibn Majah dan Muwatta’nya
Imam Malik, Musnad Asy-Syafi’i, musnad Ahma bin Hanbal, Sunan Ad-Daarimi, SunanDaruquthi, Sunan
Baihaqi, Syarhus Sunan oleh
Al-Baghawi dan kitab Ma’alimut Berita
dalam tafsir Al-Baghawi juga, ‘Amalul Yaumi Wallailah oleh Ibnu As-Sunni,
Al-Jaami’li Aadaabir Al-Qusyairiyah
dan Al-Ansaab oleh Az-Zubair bin Bakar
serta banyak lagi.
PRIBADI
DAN PERILAKU IMAM NAWAWI
Imam
Nawawi mempunyai penguasaan ilmu yang luas, derajat tekun yang mengagumkan,
senantiasa hidup warak, zuhud dan sabar dalam kesederhana hidupnya. Pada waktu
yang sama, beliau juga dikenal mempunyai kesungguhan yang luar-biasa dan
berbagai kebaikan lainnya. Beliau tidak rela menghabiskan satu menit dalam
kehidupannya tanpa ketaatan kepada Rabnya. Beliau mengandalkan kehidupan dari
sumbangan atau amal jariyah yang
diberikan
orang-orang kepada madrasah Ar-Rawahiyah
yang dipimpinnya dan dari apa yang diwariskan oleh ibu bapaknya.
Sekalipun
demikian, kadang-kadang beliau bersedekah dari hartanya yang tidak berlebihan
itu. Beliau banyak memanfaatkan waktu malam hari semata-mata untuk beribadah
dan menulis kitab-kitab agama dan tidak lupa menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah kemungkaran. Sebagai seorang penegak kebenaran, beliau dengan gagah
berani menghadapi kedzaliman para penguasa dengan nasihat-nasihat yang bestari
dan mengingkari mereka atas pelanggaran yang mereka lakukan sebagai seorang penguasa.
Belaiu tidak terpengaruh oleh celaan
orang-orang yang mencelanya dalam menegakkan agama Allah swt. Jika tidak
mungkin menghadapi mereka secara langsung, beliau akan menulis surat-surat yang
ditujukan kepada mereka sebagai media dakwahnya.
Beliau
senantiasa diliputi ketenangan dan kewibawaan ketika membahas masalah-masalah
agama bersama para ulama dengan mengikuti warisan Salafus Sholeh dan Ahli
Sunnah wal Jama’ah. Tidak perlu disinggung lagi kalau beliau amat rajin membaca
Al-Qur’an, berdzikir dengan nama-nama Allah Yang Agung (Asmaul Husna),
berpaling dari dunia dan memusatkan perhatian dalam urusan-urusan dunia yangmemiliki
konsekuensi akhirati.
KITAB-KITAB
IMAM NAWAWI
Beliau
telah menghasilkan banyak kitab, diantaranya:
1. Syarah Muslim,
2. Al-Irsyad dan At-Taqrib berkenaan
dengan segi-segi umum hadits,
3. Tahdzibul Asmaa’wal Lughaat,
4. Al-Manaasik Ah-Shughra dan Al-Manaasik
Al-Kubra,
5. Minhajut Taalibin,
6. Bustaanul ‘Arifiin,
7. khulaasahtul Ahkaam fi MuhimmaaatisSunan
wa Qawaa’idil Islam,
8. Raudhatut Taalibiin fii ‘Umdatil
Muftiin,
9. HulyatulAbrar wa Syi’aarul Akhyaar fii
Talkhiishid Da’awaat wal Adzkaar yang lebih dikenal dengan nama Al-Adzkaar lin
Nawawi dan
10.
At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran
Yaitu kitab yang sekarang
pembaca simak serta karangan karanganlain yang berfaedah dan bermanfaat bagi
syiar Islam.
Imam
Nawawi Meninggal Dunia di penghujung usianya, Imam Nawawi bertolak ke negeri
kelahirannya dan berziarah ke Al-Quds dan Al-Khalil. Kemudian beliau kembali ke
Nawa dan ketika itulah beliau sakit di samping ayah bundanya. Imam Nawawi Rahimaullah
wafat pada malam Rabu 24 Rajab tahun
676H dan dimakamkan di Nawa.
Kuburan
beliau sangat terkenal dan selalu diziarahi orang-orang yang mengagumi
perjuangannya dalam menegakkan agama Islam. Kepergian sang Imam telah
menyebabkan kesedihan tiada terhingga bagi penduduk Damsyiq. Mudah-mudahan
Allah swt selalu menganugerahirahmatNya dan meninggikan derajatnya di syurga.
Apip
Fudoli SF
Pengulas
Sumber:
WWW.Dakwah.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar