Hari pertama puasa ramadhan 1444 H yang jatuh pada tanggal 23 Maret 2023 lalu, saat mendapatkan informasi seputar program tersebut, posisi saya sedang berada di Kantor Sanema Tour and Travel - Karawang. Saat itu saya sedang mendaftarkan calon jama'ah umroh yang in-syaa allah akan berangkat umroh pada 6 Mei 2023 / Syawal 1444 H. Saya menerima pesan via WhatsApp dari Sekum MUI Kec. Sukatani, Ust. Abdul Aziz Mustakim, S.Pd.I.
Selesai urusan di kantor travel, saya pulang dan mulai membaca secara lengkap surat pemberitahuan Program PKU yang saya terima. Sebaris demi sebaris saya baca sampai bagian yang paling akhir. Di Sana ada informasi tentang mengirimkan 5 orang setiap kecamatan untuk mewakali kecamatan tertentu dalam mengikuti program PKU tersebut. Setiap peserta harus memenuhi 8 syarat yang diajukan diantaranya warga kabupaten bekasi, mampu membaca kitab kuning, lulusan S1 atau pondok pesantren, usia minimal 23 tahun dan maksimal 40 tahun, memiliki kepedulian terhadap isu keummatan, dan kelengkapan administrasi, juga dinyatakan lulus oleh panitia.
MEMILIKI KEPEDULIAN TERHADAP ISU KEUMMATAN
Bagian ini yang paling menarik minat saya. Ya! membicarakan isu keummatan. Menurut saya, Isu Keummatan merupakan hal penting yang harus selalu diperhatikan dan didampingi oleh segenap para alim ulama, tokoh islam dan para pejabat yang berwenang, yang beririsan dengan hal tersebut. Sebab, isu-isu keummatan ini harus mendapatkan porsi jawabannya secara proporsional dari segenap pakar dan ahlinya bukan dijawab oleh sementara orang yang tidak memiliki kapasitas dalam bidangnya.
Sebagai contoh, isu kenakalan remaja. Kenakalan remaja merupakan isu keummatan. Ada sekelompok orang dengan bentangan usia belasan (teeneger) hidup dan bersosialisasi dalam komunitas tertentu, genk tertentu, grup dan tim tertentu. Mereka melakukan tindakan abnormal seperti memberhentikan bus-bus yang sedang melaju dengan kencang, memberhentikan truk besar untuk bisa ikut ngebonceng (BM), kebut-kebutan motor dijalanan dengan kapasitas penumpang overload, membawa sajam (senjata tajam) untuk melakukan aksi begal dan kekerasan, tawuran antar sekolah, blokade jalan dan membuat festival di tengah jalan, arak-arakan dengan vespa gembel, pengedaran narkoba dan obat-obat terlarang, kasus kriminalisasi pelecehan dan pembunuhan, dan sederet kasus-kasus kurang ajar lainnya yang kerap kita saksikan di berita nasional dan media sosial. Kasus kenakal remaja ini bagian dari isu keummatan yang harus segera diselesaikan. Kasus yang harus segera ditemukan solusinya agar mata rantai kejahatan di usia remaja mereka bisa diputuskan dan diganti dengan warna-warni kebaikan, prestasi dan kepastian masa depan cerah.
Baik, coba kita analisa akar masalah dari kenakalan remaja tersebut. Dalam jurnal Kenakalan Remaja dan Penanganannya ditulis oleh Dadan Sumara, Sahadi Humaedi dan Meilanny Budiarti Santoso (2017) dijelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja seperti krisis identitas, kontrol diri lemah, kurangnya perhatian orang tua serta kasih sayang, miniminya pemahaman tentang keagamaan, pengaruh dari lingkungan sekitar dan tempat pendidikan.
Salah satu faktor yang disebutkan di atas adalah minimnya pemahaman tentang keagamaan. Nah, bagian ini jelas sekali menjadi tanggung jawab orang tua dan guru agama. Ya! Orang tua bertanggung jawab untuk mendorong anak-anaknya untuk mau ngaji, belajar agama, sedangkan guru ngaji bertanggung jawab mengajarkan nilai-nilai luhur tentang agama. Banyak sekali nilai-nilai agama islam yang jika dipahami, diinternalisasi dalam diri, kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan dampak positif bagi pelakunya dan lingkungan sekitarnya.
Misalnya, islam mengajarkan untuk mengucapkan salam bilamana bertemu dengan sesama muslim dengan ucapan "Assalamualaikum" artinya semoga keselamatan atas kalian. Dengan mengamalkan hal tersebut, maka akan terjalin ikatan persaudaran yang baik karena satu sama lain saling mendoakan keselamatan dan kebaikan. Dengan terjalinnya persaudaran yang baik itu, maka akan terhidar dari prasangka buruk, perkelahian dan pertengkaran antar sesama muslim. Jika seluruh muslimin khususnya kalangan remaja mengamalkan satu ajaran ini saja, yakni saling memberi salam, maka satu permasalahan kenakalan remaja seperti tawuran sudah bisa diselesaikan. Inilah hebatnya ajaran islam, ajaran perdamaian, ajaran kasih sayang.
Selain Kenakalan Remaja, isu keummatan lainnya adalah hilangnya rasa malu dan kebanggaan terhadap jati diri sebagai muslim. Aktivitas media sosial sudah sangat menyita perhatian seluruh orang. Dikutip dalam jurnal Aktivitas Komunikasi dan Media Sosial yang ditulis oleh Bambang Sunarwan (2015) mengutip dari Griffin (2003) bahwa Media elektronik membuat semua orang dapat bersentuhan dengan siapa saja dan dimana saja dengan sekejap. Salah satu di antara sejumlah bentuk layanan yang tersedia di internet, yang belakangan ini cenderung sangat banyak digunakan anggota masyarakat untuk melakukan aktifitas komunikasi, yaitu layanan berbentuk aplikasi jejaring sosial (social network service). lanjutnya dalam jurnal tersebut. Ini Fakta! di tahun 2023 ini aktivitas komunikasi masyarakat sudah sangat bergantung kepada media sosial dengan berbagai macam platform aplikasi.
Mereka yang belum memiliki basic yang kokoh dalam ajaran islam, tentu akan mudah digoyahkan oleh perubahan zaman yang bergerak dengan sangat cepatnya. Ini masalah! Salah satu yang sudah nyata-nyata terkikis dari ajaran islam yang luhur di kalangan remaja muslim adalah budaya malu. "Alhayu minal iman" artinya malu itu sebagian dari iman. Sudah banyak kita dipertontonkan dengan viudeo-video di media sosial yang tidak senonoh, tidak punya rasa malu, bertebaran di aplikasi tiktok, instagram, youtube dan lain-lain. Rasa malu yang seharusnya menjadi benteng pertahanan pertama, runtuh dihancurkan media dengan dalih hiburan semata. Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
Jika rasa malu sudah tidak ada, maka dampak yang paling mengerikan adalah hilangnya kebanggaan diri sebagai muslim. Mereka tidak lagi merasa bahwa menjadi orang islam itu suatu kebanggan. Mereka akan menilai bahwa menjadi muslim itu ya biasa aja. Menjadi orang islam itu yang penting sholat, bahkan mungkin asal KTP islam saja. Naudzubillahi min dzalik. Padahal dulu, jika ditarik sejarah perjuangan Rosulullah SAW dalam menegakkan agama islam di tanah arab, memahami perjalanan da'wah Nabi SAW, mengenal satu persatu sahabat yang berjuang mempertahankan kemuliaan islam di tengah peperangan, harusnya menjadi muslim itu suatu kebanggaan yang tidak ternilai harganya.
Dari dua studi kasus isu keummatan di atas baik kenakalan remaja maupun hilangnya rasa malu, dapat digeneralisasi bahwa isu keummatan itu menjadi hal yang penting untuk terus dikaji dan dicarikan solusinya. Karenanya saya tertarik untuk mengikuti seleksi program pendidikan kader ulama (PKU) Kab. Bekasi dengan harapan dapat terus menimba ilmu kepada pakar dan ahli agama lainnya, berdiskusi dan menyampaikan gagasan-gagasan islam wasathiyyah yang sejatinya dibutuhkan oleh masyarakat indonesia. Islam garis tengah! Islam yang menghadirkan solusi bagi setiap permasalahan yang sedang dihadapi. In syaa Allah.
Biografi:
Saya, Apip Fudoli Sulaeman Fauzi, S.Pd.,M.M. Lahir di Bekasi, 9 Januari 1989 dari pasangan Ust. Muhammad Yusuf Andi dan Rd. Neneng Robiah Adawiyah. Asli orang Cibogo-Cibarusah. Saat ini saya tinggal di Kp. Elo Rt.03/04 Ds. Sukamanah Kec. Sukatani Kab. Bekasi 17630.
Sejak kecil dididik dengan didikan agama, sudah dititipkan di pondok pesantren sejak kelas 4 SD, tinggal di asrama, belajar ngaji sampai usia dewasa. Beberapa ponpes yang pernah disinggahi antara lain : Ponpes Al-Mushhafiyyah (Cibarusah, Bekasi), Ponpes Al-Baqiyatussholihat (Cibarusah, Bekasi), Ponpes At-Taqwa (Cikarang, Bekasi), Ponpes Al-Wardayani (Sukabumi), Ponpes Sirojul Huda (Sukaresmi, Bekasi), Ponpes Al-Maghfiroh (Cibarusah, Bekasi), Ponpes Al-Um (Pagentongan, Bogor).
Riwayat Pendidikan : SDN Sindangmulya 01 (2002), SMPN 1 Cibarusah (2005), SMAN 1 Cikarang Utara (2008), STKIP Kusuma Negara Jakarta (2014), Universitas Pelita Bangsa (2023).